Kamis, 04 Mei 2017

Tata Cara Mandi Janabah bagi Wanita
Al-Ustadzah Ummu Muhammad

Pembaca setia Qonitah, pada edisi lalu telah dibahas bahwa keluarnya mani dan bertemunya dua khitan adalah sebab seseorang menjadi junub sehingga diperintah oleh syariat untuk mandi janabah. Kali ini, bahasan tersebut akan disempurnakan dengan bahasan tata cara mandi janabah. Mari kita cermati bahasan berikut.
Rukun-rukun Mandi Janabah
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
ุฅِู†َّู…َุง ุงู„ْุฃَุนْู…َุงู„ُ ุจِุงู„ู†ِّูŠَّุงุชِ ูˆَุฅِู†َّู…َุง ู„ِูƒُู„ِّ ุงู…ْุฑِุฆٍ ู…َุง ู†َูˆَู‰
“Sesungguhnya setiap amalan bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.”(HR. al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
  1. Niat, adalah maksud dan tekad. Niat bertempat di dalam kalbu, dan melafadzkannya adalah bid’ah.
  2. Tasmiyah (membaca basmalah).
Hukumnya seperti hukum membaca bismillah ketika wudhu, yang menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah wajib.
  1. Mencuci seluruh anggota tubuh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ูˆَุฅِู† ูƒُู†ุชُู…ۡ ุฌُู†ُุจุٗง ูَูฑุทَّู‡َّุฑُูˆุงْۚ
“Apabila kalian junub, bersucilah (mandilah).” (al-Maidah: 6)
ูَูฑุทَّู‡َّุฑُูˆุงْۚ dalam ayat ini bermakna ูَุงุบْุชَุณِู„ُูˆุง (mandilah).
Berkata al-Imam asy-Syaukani rahimahullah dalam as-Sailur Jarrar (1/113), “Adapun mengguyurkan air ke seluruh tubuh, makna mandi tidak akan dipahami dengan sempurna kecuali dengannya.”
Tata Cara Mandi Janabah
Tidak ada perbedaan antara mandi janabah bagi pria dan bagi wanita, kecuali pada dua hal:
  1. Tidak wajib bagi wanita melepaskan ikatan/jalinan rambutnya ketika mandi janabah.[1]
Hal ini berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang berkata,
ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„ู‡ِ، ุฅِู†ِّูŠ ุงู…ْุฑَุฃَุฉٌ ุฃَุดُุฏُّ ุถَูْุฑَ ุฑَุฃْุณِูŠ، ุฃَูَุฃَู†ْู‚ُุถُู‡ُ ู„ِุบُุณْู„ِ ุงู„ْุฌَู†َุงุจَุฉِ؟ ู‚َุงู„َ: ู„َุง، ุฅِู†َّู…َุง ูŠَูƒْูِูŠูƒِ ุฃَู†ْ ุชَุญْุซِูŠَ ุนَู„َู‰ ุฑَุฃْุณِูƒِ ุซَู„َุงุซَ ุญَุซَูŠَุงุชٍ، ุซُู…َّ ุชُูِูŠุถِูŠู†َ ุนَู„َูŠْูƒِ ุงู„ْู…َุงุกَ ูَุชَุทْู‡ُุฑِูŠู†َ. ูˆَูِูŠ ุฑِูˆَุงูŠَุฉٍ: ูˆَุงุบْู…ِุฒِูŠ ู‚ُุฑُูˆู†َูƒِ ุนِู†ْุฏَ ูƒُู„ِّ ุญَูْู†َุฉٍ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah wanita yang mengikat rambut kepala saya. Apakah saya lepaskan ikatan tersebut ketika mandi janabah? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Tidak perlu. Sesungguhnya cukup bagimu mengguyur kepalamu tiga kali, kemudian mengguyur seluruh tubuhmu, maka kamu menjadi suci.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Tekan dan peraslah jalinan rambutmu pada setiap tuangan/guyuran.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 227)
Demikian pula hadits dari ‘Ubaid bin ‘Umair yang berkata, “Telah sampai berita kepada ‘Aisyah bahwa ‘Abdullah bin ‘Amr memerintah para wanita untuk melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi (janabah). ‘Aisyah pun berkata, ‘Alangkah aneh Ibnu ‘Amr ini! Dia memerintah para wanita untuk melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi?! Tidakkah dia memerintah mereka untuk memotong rambut saja? Aku pernah mandi bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dari satu bejana, dan aku menuangkan air ke atas kepalaku tidak lebih dari tiga tuangan’.” (HR. Muslimno. 331)
Hadits di atas merupakan pengingkaran ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada ‘Abdullah bin ‘Amr c yang memerintah para wanita untuk melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi (janabah). Ini menunjukkan bahwa melepaskan ikatan/jalinan rambut ketika mandi janabah tidak wajib.
Al-Imam asy-Syaukani t, dalam Nailul Authar (1/250), berkata, “Hadits di atas menunjukkan tidak wajibnya seorang wanita melepaskan/membuka ikatan/jalinan rambutnya (ketika mandi janabah, -pen.).”
  1. Tidak wajib bagi wanita mencuci bagian dalam farji (kemaluan)nya ketika mandi janabah, berdasarkan pendapat yang paling benar dari dua pendapat. Wallahu a’lam.
Pendapat ini dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagaimana dalam al-Fatawa (21/297). Beliau berkata dalam kitab yang sama di bagian yang lain (21/237), “Apabila wanita melakukannya (yaitu mencuci bagian dalam farjinya, -pen.), boleh-boleh saja.”
Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hal itu diperbolehkan dalam rangka kebersihan, bukan dalam rangka ibadah.”
Kaifiyyah (tata cara) mandi janabah ada dua macam, yaitu:
  1. Mandi cukup
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,
ุฅِู†َّู…َุง ูŠَูƒْูِูŠูƒِ ุฃَู†ْ ุชَุญْุซِูŠَ ุนَู„َู‰ ุฑَุฃْุณِูƒِ ุซَู„َุงุซَ ุญَุซَูŠَุงุชٍ، ุซُู…َّ ุชُูِูŠุถِูŠู†َ ุนَู„َูŠْูƒِ ุงู„ْู…َุงุกَ ูَุชَุทْู‡ُุฑِูŠู†َ
“Sesungguhnya cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali, kemudian mengguyurkan air ke seluruh tubuhmu, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 320)
Hadits di atas adalah salah satu dalil tata cara mandi janabah cukup, yaitu dengan mengguyurkan air ke atas kepala tiga kali, kemudian menuangkan air ke seluruh tubuh dengan merata. Dengan demikian, orang yang junub dianggap telah suci dari hadats besar.
  1. Mandi sempurna
Cara ini akan dijabarkan sebagai berikut.
Sifat Mandi Janabah
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci kedua tangan, kemudian menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian mencuci kemaluan. Setelah itu, beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, mengambil air dan memasukkan jari-jari ke pangkal-pangkal rambut sampai menyangka telah basah seluruhnya, mengguyurkan air ke atas kepala tiga kali, mengguyurkan air ke seluruh tubuh, kemudian mencuci kedua kaki.” (HR. al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
  • Mencuci kedua tangan sebelum memasukkannya ke bejana
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Beliau ` memulai dengan mencuci kedua tangan sebelum memasukkan tangan ke bejana.” (HR. Muslim no. 316)
  • Mengusapkan tangan kiri (yang telah mencuci kemaluan) ke debu, atau mencucinya dengan sabun dan semisalnya
Dalilnya adalah hadits dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, “… beliau mencuci kemaluan beliau kemudian menggosokkan tangan beliau ke tanah atau ke tembok.” (HR. al-Bukhari no. 259)
Dalam riwayat Muslim, “Kemudian beliau memukulkan tangan kiri beliau ke tanah dan menggosoknya dengan keras.” (HR. Muslim no. 317)
  • Berwudhu sebelum mandi
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bercerita, “Dahulu apabila Nabi ` mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci tangan, kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
  • Menuangkan air ke atas kepala tiga kali dan menyela-nyela rambut
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “… beliau ` memasukkan jari-jari ke dalam air kemudian menyela-nyela rambut, lalu menuangkan air ke atas kepala tiga kali dengan kedua tangan.” (HR. al-Bukhari no. 248 danMuslim no. 316)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga, “… kemudian menyela-nyela rambut dengan jari-jari tangan sampai menyangka bahwa kulit kepala beliau telah basah seluruhnya, kemudian menuangkan air ke atas kepala tiga kali, kemudian mencuci seluruh tubuh.” (HR. al-Bukhari 272)
  • Memulai dengan bagian kanan kepala kemudian bagian kiri
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang berkata, “… beliau ` mengambil air dengan telapak tangan, menuang air ke atas kepala dimulai dari kepala bagian kanan, kemudian bagian kiri, kemudian menuangkan air dengan kedua telapak tangan ke atas kepala.” (HR. al-Bukhari no. 258)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pula, beliau berkata, “Apabila salah seorang dari kami junub, dia mengambil air dengan kedua tangannya tiga kali, dia tuangkan ke atas kepala. Kemudian, dia mengambil air lagi dengan tangannya dan menuangkannya ke kepala bagian kanan, kemudian mengambil air dengan tangannya yang lain dan menuangkannya ke kepala bagian kiri.” (HR. al-Bukhari no. 227, dan Abu Dawud no. 253)
  • Menuangkan air ke seluruh kulit
Hal ini sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “… kemudian beliau ` mencuci tubuh beliau seluruhnya.” (HR. al-Bukhari no. 272)
Dalam riwayat Muslim no. 316, “… kemudian beliau menuangkan air ke seluruh tubuh.”
  • Memulai dengan bagian kanan ketika mandi
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menyukaiat-tayammun (memulai dari bagian kanan) pada semua keadaan beliau, seperti ketika memakai sandal, menyisir, dan bersuci.” (HR. al-Bukhari no. 5854, Muslim no. 268, dan selain keduanya)
  • Memerhatikan kebersihan daerah lipatan kulit ketika mandi
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Dahulu apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ingin mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangan, kemudian mencuci al-marafigh (ุงَู„ْู…َุฑَุงูِุบُ)[2] dan menuangkan air ke atasnya. Apabila keduanya telah bersih, beliau gosokkan tangan ke debu yang ada di dinding, kemudian menghadap (bejana) untuk berwudhu dan menuangkan air ke atas kepala beliau.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 2231)
  • Mengakhirkan pencucian kedua kaki
Hal ini berdasarkan hadits dari Maimunah radhiyallahu ‘anha yang berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalamberwudhu seperti wudhu untuk shalat (ketika mandi janabah, pen.), kecuali membasuh kedua kaki, dan mencuci kemaluan beliau. Setelah itu, beliau menuangkan air ke atas seluruh tubuh. Kemudian, kedua kaki beliau berpindah tempat dan beliau mencuci keduanya.” (HR. al-Bukhari no. 249)
Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam al-Irwa’ 1/170, setelah membawakan hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha, “Hadits ini sebagai nash/dalil dibolehkannya mengakhirkan pencucian kedua kaki ketika mandi janabah, berbeda dengan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (kaki dicuci ketika wudhu sebelum mandi, -pen.). Bisa jadi, beliau ` melakukan dua perkara ini: terkadang mencuci kedua kaki ketika wudhu, dan terkadang mengakhirkan pencucian kedua kaki sampai di akhir mandi. Wallahu a’lam.”
Tidak berwudhu lagi setelah mandi[3]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mandi kemudian shalat dua rakaat lalu shalat shubuh. Saya tidak melihat beliau memperbarui wudhu setelah mandi.” (HR. Abu Dawud [lihat Shahih Sunan Abi Dawud no. 225] dan at-Tirmidzi—beliau berkata, “Hadits hasan shahih.”)
Dalam riwayat Ibnu Majah dengan lafadz, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak berwudhu setelah mandi janabah.” (Lihat Shahih Sunan Ibni Majah no. 470 dan al-Misykah no. 445)
Mandi dengan air satu sha’[4] atau semisalnya
Diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Nabi  mandi dengan air satu sha’ sampai lima mud, dan berwudhu dengan satu mud.” (HR. al-Bukhari no. 201 dan Muslim no. 325)
Secara ringkas, tata cara mandi sempurna adalah:
  • Mencuci kedua tangan.
  • Mencuci kemaluan dan dubur.
  • Mengusapkan kedua tangan pada debu atau mencucinya dengan sabun atau semisalnya. Mencuci kedua tangan ini ditekankan sebelum memasukkannya ke bejana.
  • Berwudhu seperti wudhu untuk shalat, kecuali mencuci kedua kaki, atau mencuci keduanya ketika wudhu jika dia suka.
  • Menyela-nyela rambut, kemudian menuangkan air dengan kedua tangan tiga kali, dan memulai dari bagian kanan kepala kemudian bagian kiri.
  • Selalu mendahulukan bagian kanan tubuh kemudian bagian kiri.
  • Mencuci kedua kaki apabila belum melakukannya ketika berwudhu.
  • Memerhatikan hal-hal berikut.
  1. Menuangkan air ke atas seluruh tubuh dan kulit.
  2. Hemat dalam penggunaan air.
  3. Menaruh perhatian untuk mencuci al-marafigh (daerah lipatan-lipatan kulit).
  4. Ditekankannya menggosok kepala bagi yang berambut lebat/tebal.
  5. Tidak berwudhu setelah mandi.
Demikianlah, Saudariku muslimah, tata cara mandi janabah. Semoga kita dapat mengamalkannya.
Wallahul muwaffiq wallahu a’lam.
[1] Karena mayoritas wanita berambut panjang dan terkadang dia menjalin atau mengepang rambutnya. Ketika mandi janabah, dia tidak diwajibkan untuk membuka atau melepas jalinan rambutnya tersebut.
[2] ุงَู„ْู…َุฑَุงูِุบُ adalah daerah lipatan-lipatan kulit, seperti ketiak atau tempat lain yang biasanya terkumpul padanya kotoran dan keringat.
[3] Karena yang disunnahkan adalah berwudhu sebelum mandi, sebagaimana ditunjukkan oleh nash/dalil.
[4] Satu sha’ adalah empat mud, dan satu mud adalah seukuran cakupan dengan kedua telapak tangan yang berukuran sedang.
https://qonitah.com/tata-cara-mandi-janabah-bagi-wanita/
•┈┈┈┈┈┈┈••••๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿ‚๐Ÿ‚••••┈┈┈┈┈┈┈•
┏===========✍๐Ÿป===========┓
  ๐Ÿ“‹ BELAJAR MANHAJ SALAF  ๐Ÿ“‹       
           ~ Channel & Whatsapp ~          
┗===========✍๐Ÿป===========┛
๐Ÿ“• Berbagi Faedah Ilmu Syar'i sesuai  KITABULLOH wa SUNNAH
dalam meniti AL-HAQ

Situs kami :

•┈┈┈┈┈┈┈••••๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿ‚๐Ÿ‚••••┈┈┈┈┈┈┈•

Sabtu, 18 Maret 2017

Doa Bagi Buah Hati
Pembaca setia Tashfiyah, di rubrik buah hati ini kita masih berusaha mempelajari bagaimana sikap teladan kita terhadap anak-anak. Karena dengan mempelajari hal itu kita menjadi tahu betapa besar perhatian agama ini kepada makhluk kecil yang sedang melalui masa-masa pertumbuhan. Kali ini kita akan membahas salah satu bentuk perhatian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu mendoakan kebaikan untuk anak.
Sebagai seorang yang beriman kepada rububiyah Allah, setiap muslim tentu tahu betapa besar pengaruh doa. Allah subhanahu wata’ala menyatakan bahwa Ia subhanahu wata’ala akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Kita pun tentu pernah, bahkan sering merasakan atau menyaksikan buktinya. Semua itu membuat kita yakin bahwa manusia sangat butuh terhadap doa, tentunya doa kebaikan.
Terlebih lagi anak-anak, di mana mereka sedang tumbuh menuju dewasa. Yang kelak mereka akan menghadapi sebuah masa yang belum diketahui kondisinya. Tentu saja mereka sangat membutuhkan doa kebaikan. Dan memang demikian yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tak hanya mendoakan kebaikan bagi anak cucu beliau saja, namun anak-anak para sahabat pun tak luput dari doa kebaikan beliau.
Salah seorang sahabat yang menceritakan kisah pribadinya ketika didoakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masa kecilnya adalah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu . Anas mengatakan,

ุฌَุงุกَุชْ ุจِูŠ ุฃُู…ِّูŠ ุฃُู…ُّ ุฃَู†َุณٍ ุฅِู„َู‰ ุฑَุณُูˆู„ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูˆَู‚َุฏْ ุฃَุฒَّุฑَุชْู†ِูŠ ุจِู†ِุตْูِ ุฎِู…َุงุฑِู‡َุง ูˆَุฑَุฏَّุชْู†ِูŠ ุจِู†ِุตْูِู‡ِ ูَู‚َุงู„َุชْ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„ู‡ِ ู‡َุฐَุง ุฃُู†َูŠْุณٌ ุงุจْู†ِูŠ ุฃَุชَูŠْุชُูƒَ ุจِู‡ِ ูŠَุฎْุฏُู…ُูƒَ ูَุงุฏْุนُ ุงู„ู„ู‡َ ู„َู‡ُ ูَู‚َุงู„َ ุงู„ู„ู‡ู… ุฃَูƒْุซِุฑْ ู…َุงู„َู‡ُ ูˆَูˆَู„َุฏَู‡ُ ู‚َุงู„َ ุฃَู†َุณٌ ูَูˆَุงู„ู„ู‡ِ ุฅِู†َّ ู…َุงู„ِูŠ ู„َูƒَุซِูŠุฑٌ ูˆَุฅِู†َّ ูˆَู„َุฏِูŠ ูˆَูˆَู„َุฏَ ูˆَู„َุฏِูŠ ู„َูŠَุชَุนَุงุฏُّูˆู†َ ุนَู„َู‰ ู†َุญْูˆِ ุงู„ْู…ِุงุฆَุฉِ ุงู„ْูŠَูˆْู…َ

Ibuku, Ummu Anas, membawaku ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia memakaikanku sarung dengan menggunakan separuh dari kain kerudungnya. Dan memakaikan baju atasan untukku dengan separuh baju atasannya. Lalu ibuku berkata, “Wahai Rasulullah, ini Unais (Anas kecil, pen.) anak saya, saya membawanya agar ia bisa menjadi pelayan Anda. Maka berdoalah kepada Allah untuk kebaikannya.” Lalu Rasulullah berkata, “Ya Allah perbanyaklah harta dan anaknya.” (Anas berkata) Demi Allah, sungguh aku memiliki harta yang banyak. Dan saat ini anak dan cucuku mencapai sekitar seratus orang. [H.R. Muslim no 4531]
Selain kisah Anas ini, banyak sekali hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan kebaikan untuk anak-anak. Baik untuk urusan dunia maupun akhirat mereka. Hal ini tentu menunjukkan bahwa mendoakan kebaikan untuk anak adalah sesuatu yang disyariatkan dalam Islam. Oleh karena itu sebagai orang tua, mestinya kita banyak mendoakan kebaikan untuk anak-anak kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mendoakan kejelekan untuk anak. Sebaliknya, beliau melarang orang tua mendoakan kejelekan bagi anak-anaknya. Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhuma meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ู„ุง ุชَุฏْุนُูˆุง ุนَู„َู‰ ุฃَู†ْูُุณِูƒُู…ْ، ูˆَู„َุง ุชَุฏْุนُูˆุง ุนَู„َู‰ ุฃَูˆْู„ุงุฏِูƒُู…ْ، ูˆَู„َุง ุชَุฏْุนُูˆุง ุนَู„َู‰ ุฃَู…ْูˆَุงู„ِูƒُู…ْ، ู„ุง ุชُูˆุงูِู‚ُูˆุง ู…ِู†َ ุงู„ู„ู‡ِ ุณَุงุนَุฉَ ูŠُุณุฃَู„ُ ูِูŠู‡َุง ุนَุทَุงุกً، ูَูŠَุณْุชَุฌِูŠุจَ ู„َูƒُู…

“Janganlah kalian mendoakan kejelekan untuk diri kalian. Janganlah kalian mendoakan kejelekan untuk anak-anak kalian. Janganlah kalian mendoakan kejelekan untuk harta kalian. Jangan sampai kalian berdoa seperti itu menepati suatu waktu yang jika Allah dimintai sesuatu maka akan dikabulkan.” [H. R. Muslim no. 5328]
Tentunya tak ada orang tua yang menginginkan kejelekan bagi anaknya. Karena itu kita mesti hati-hati dalam berucap. Jangan sampai keluar kata-kata buruk sehingga hal itu berakibat buruk pula pada anak-anak. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian. Hal itu perlu dihindari terutama saat orang tua marah kepada anaknya. Karena emosi bisa membuat orang lupa diri dan tak terkendali. Namun mestinya kita senantiasa ingat peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sehingga kita bisa menghindarinya. Wallahul muwaffiq.[Ustadzah Ummu Umar].

Sabtu, 07 Januari 2017

Wajibnya Menyusui Buah Hati
Pembaca Tashfiyah, ada kewajiban yang mesti ditunaikan saat seorang ibu mendapat anugerah anak. Kewajiban itu adalah memenuhi hak menyusui bayinya hingga masa yang telah ditentukan. Sayangnya banyak dari para ibu muslim yang tidak perhatian dengan kewajiban ini. Dengan alasan yang tidak syar’i banyak dari para ibu yang meninggalkan hak penyusuan anaknya.

Padahal Allah telah berfirman memerintahkan para orang tua untuk menunaikan susuan sebagai hak sang anak dalam firman-Nya yang artinya, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [Q.S. Al Baqarah:233]

Pembaca Tashfiyah, kita tentu tahu bahwa Allah telah menetapkan gizi dan makanan si anak melewati air susu ibunya. Sehingga air susu sang ibu adalah hak si anak untuk keberlangsungan hidupnya. Sang ibu semestinya menunaikan hak si anak. Walau begitu, sang ibu tidaklah dipaksa untuk menyusui bayinya. Boleh bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan susu anaknya dengan menyewa seorang wanita agar menyusuinya atau dengan model penyusuan lainnya. Tentu bila ada alasan yang dibenarkan syariat akan hal itu.

Akan tetapi kewajiban ibu menyusui sang anak menjadi wajib baginya apabila sang anak tidak mau menerima selain ASI ibunya, atau tidak ada kemampuan bagi sang ayah untuk membayar seorang wanita agar menyusui anaknya atau alasan syari lainnya. Bila tidak diberikan, akan memudharati sang anak. Saat itulah sang ibu wajib menunaikan kewajibannya.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bermimpi, dan mimpi Rasul adalah wahyu. Beliau bersabda tentang sebagian peristiwa yang beliau lihat dalam mimpi tersebut:

… ูَุฅِุฐَุง ุฃَู†َุง ุจِู†ِุณَุงุก ุชُู†ْู‡َุดُ ุซَุฏْูŠَู‡ُู†َّ ุงู„ْุญَูŠَุงุชُ ูَู‚ُู„ْุชُ: ู…َุง ุจَุงู„ُ ู‡َุคُู„َุงุกِ؟ ูَู‚َุงู„َ: ู‡َุคُู„َุงุกِ ุงู„ู„َูˆَุงุชِูŠْ ูŠَู…ْู†َุนْู†َ ุฃَูˆْู„َุงุฏَู‡ُู†َّ ุฃَู„ْุจَุงู†َู‡ُู†َّ

“Tiba-tiba aku melihat para wanita yang payudara-payudara mereka dicabik-cabik ular yang ganas. Maka aku bertanya, ‘Kenapa mereka?’ Malaikat menjawab, ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i).’” [H.R. Al-Hakim lihat dalam Ash Shahihah karya Al Albani dan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullaah dalam Al-Jami’ush Shahih berkata, “Hadits ini shahih dari Abu Umamah Al-Bahili.”]

Pembaca Tashfiyah, demikianlah ancaman yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para wanita yang tidak mengindahkan kewajiban penyusuan anaknya. Oleh karena, bagi para ibu, hendaknya bersungguh-sungguh dalam memerhatikan hak-hak anaknya. Janganlah bermudah-mudahan melimpahkan tanggung jawab ini kepada wanita lain, atau dengan memberikan air susu pengganti padahal ia mampu memberikan ASI kepada anaknya. Mereka adalah amanah atas para orang tua yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Wallahul muwaffiq.

[Ustadz Hammam]
Sumber: http://tashfiyah.com/wajibnya-menyusui-buah-hati/

Kamis, 27 Oktober 2016

SIFAT WANITA SALEHAH

Pembaca Tashfiyah yang dirahmati Allah, setelah kemarin kita mengetahui bahwa seorang istri memiliki kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya, maka kali ini kami akan sampaikan beberapa sifat yang perlu dimiliki oleh seorang istri. Sifat-sifat mulia yang akan mengantarkan dirinya menjadi seorang istri yang salehah.

Pertama, dia akan senantiasa membantu suaminya dalam kebaikan. Membantunya untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Sementara kebanyakan wanita melalaikan hal ini. Sebagian besar mereka tidaklah mendukung suaminya untuk belajar, namun justru menyibukkan para suami untuk perkara-perkara yang lain.

Kedua, membantu suami untuk zuhud terhadap dunia serta berlomba untuk mendapatkan akhirat.

Ketiga, membantu suami untuk menegakkan sholat malam.

Keempat, membantu suami untuk mendapatkan rezeki yang halal serta menjauhi rezeki yang haram. Seperti suap-menyuap, harta riba atau mencari rezeki dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Perlu kita ketahui, rezeki yang halal akan mendatangkan kebahagiaan serta keberkahan dari Allah, walaupun jumlahnya sedikit. Terlebih lagi rezeki yang halal akan melapangkan dada, memperbaiki qalbu, dan tentunya mencocoki perintah Allah untuk bekerja dan mendapatkan penghidupan yang baik.

Kelima, membantu suami untuk berakhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang rendah. Hal ini dalam rangka mencontoh Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wassalam.

Keenam, membantu suami agar senantiasa memiliki sikap sabar dan syukur. Karena seorang mukmin yang baik , dalam satu keadaan bisa jadi ia bersyukur, dan bisa jadi ia bersabar. Apabila mendapatkan cobaan, dia akan bersabar. Dan tatkala mendapat kenikmatan dia akan bersyukur.

Ketujuh, membantu suami untuk menyambung hubungan kekerabatannya, untuk berbakti kepada orang tua, serta mengingatkan mereka apabila terjatuh dalam kesalahan. Kesimpulannya, wanita salehah adalah mitra yang baik bagi suaminya dalam ketaatan kepada Allah.

Kedelapan, bersyukur kepada suaminya, serta mendoakan kebaikan bagi suaminya. Waspadalah, jangan sampai seorang istri tidak mengakui kebaikan-kebaikan suaminya. Karena hal itu termasuk perbuatan kekufuran yang dilarang.

Kesembilan, tidak mencela suami. Bahkan apabila dibutuhkan, ia menutup mata (tidak menghiraukan ) pada beberapa kekeliruan suami. Hendaknya seorang istri bersikap lembut, karena Allah itu maha lembut dan menyukai kelembutan. Sementara apabila seorang istri banyak mencela suaminya, tentu hal itu akan mengakibatkan pertengkaran dan permusuhan diantara mereka. Yang kemudian akan berakibat berkurangnya rasa cinta di antara mereka.

Kesepuluh, memerhatikan kecemburuan suami. Karena betapa banyak terjadi permasalahan antara suami istri yang disebabkan karena istri tidak memerhatikan bila suaminya cemburu. Misalnya suami cemburu apabila istrinya keluar rumah, atau cemburu apabila istrinya menerima telepon dari seorang yang tidak dikenal. Maka pada keadaan-keadaan demikian, istri harus pandai bersikap dengan mengutamakan perasaan suaminya. Terlebih lagi beberapa laki-laki memiliki sikap cemburu yang besar terhadap istrinya.

Demikianlah beberapa sifat wanita salehah, semoga bermanfaat bagi kita para wanita dalam menjalankan tugas sebagai seorang istri. Allahu a’lam bish shawab. (Ustadzah Ummu Umar).

Sumber: [Dikutip dari Tashfiyah edisi 60 Vol.05 1437H-2016M hal 106-107]

Sabtu, 08 Oktober 2016

 MENGANJURKAN KEPADA ANAK UNTUK GIAT BERAMAL DAN MENINGGALKAN MALAS
๐Ÿ”‘๐ŸŒป๐Ÿ—‚ Faidah Tarbiyah Anak

ุนู† ุฃู†ุณ ุจู† ู…ุงู„ูƒ ู‚ุงู„: ูƒุงู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅุฐุง ุฎุฑุฌ ู„ุญุงุฌุชู‡ ุฃุฌูŠุก ุฃู†ุง ูˆุบู„ุงู… ูˆู…ุนู†ุง ุฅุฏุงูˆุฉ ู…ู† ู…ุงุก ูŠุนู†ูŠ ูŠุณุชู†ุฌูŠ ุจู‡

✒️_Dari Anas bin Malik (bin an-Nadhor al-Anshoriy an-Najjaariy berkunyah Abu Hamzah al-Madaniy meninggal di Bashroh) ibunya bernama Ummu Sulaim, beliau khodimurrasul (pelayan nabi), sehingga beliau banyak mendapatkan riwayat dan ilmu, dan berkahnya kebersamaan beliau bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau (Anas bin Malik) berkata: "Bahwasannya nabi Shallallahu 'alaihi wasallam apabila keluar untuk menunaikan hajatnya, aku datang bersama seorang ghulam (anak berusia 7-9th dari qabilah al-Anshoriy) bersama kami bejana kecil yang berisi air dan nabi beristinja dengan air tersebut." (Muttafaqun 'alaihi)

๐Ÿ“‚ Diantara faidah hadits:

❶ Anjuran bagi seseorang untuk menemani orang yang memiliki keutamaan dari sisi ilmu, hikmah dan semisalnya. Karena bersahabat dan duduk bersama dengan orang-orang yang memiliki keutamaan akan memberikan pengaruh baik,
❷ Anjuran berkhidmat (memberikan pelayanan) kepada orang yang memiliki keutamaan,
❸ Seorang anak dibiasakan untuk rajin (giat), dalam hal ini Anas bin Malik membantu nabi, atau hal lainnya seperti membersihkan masjid, halaman, kegiatan membantu orang tua di rumah, melipat pakaian, membantu di dapur dan semisalnya,
❹ Anjuran untuk beristijna dengan menggunakan air dan ini lebih afdhol, lebih bersih serta lebih menghilangkan.

๐Ÿ”ฌ Disampaikan oleh:
Al-Ustadz Askary bin Jamal hafizhohullah

๐Ÿ—“๐Ÿ•Œ Kajian Islam 'Ilmiah ll Risalah Al-Arba'ina Fii Tarbiyatil Aulad ll Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan

⬇️๐Ÿ”Š Simak selengkapnya di:
http://bit.ly/2cGdy2X
(3,8 MB) - [durasi 22:18]

● ● ● ● ● ●
๐Ÿ“๐ŸŽจ๐Ÿ“ก Majmu’ah Tarbiyatul Aulad
๐Ÿ“Ÿ Channel http://tlgrm.me/TarbiyatulAulad
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Minggu, 05 April 2015

Seputar Pakaian Wanita
SEPUTAR PAKAIAN WANITA
ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan:
Sebagian wanita memakai pakaian yang ada belahan di bawahnya, terbuka bagian dadanya, atau menampakkan sebagian dari lengannya. Apa hukumnya? Dan apa hukum pakaian wanita yang ada belahan bawahnya sampai lututnya atau di atasnya sedikit? Dan terkadang pakaian tadi terbuka belakangnya pada bagian punggungnya dan menampakkan kedua pundaknya. Dia beralasan, “Sesungguhnya pakaian ini dikenakan di antara wanita, jadi tidak mengapa.”

Jawaban:
Pakaian yang jenisnya seperti ini tidak diperbolehkan, karena menyerupai pakaian yang datang dari orang-orang barat, dan menampakkan sebagian kulitnya seperti kedua betisnya, dadanya, payudaranya, kedua lengannya padahal bagian tubuh seorang wanita seluruhnya adalah aurat, tidak boleh baginya untuk menampakkan sesuatu dari tubuhnya di depan laki-laki. Apabila ia terbiasa memakai pakaian seperti ini walaupun ketika dia bersama wanita ataupun di depan mahramnya, dia akan menjadi contoh yang jelek bagi teman-temannya. Sehingga dia terbiasa memakai pakaian ini, keluar dengannya ke jalan-jalan, pasar, padahal pakaian ini termasuk jenis pakaian yang bisa mengundang pandangan dan menjadi sebab timbulnya fitnah. Demikian pula tidak boleh memakai pakaian yang terbelah bagian bawahnya sampai ke lututnya ataupun lebih ke atas atau lebiah ke bawah.
Demikian pula yang terbelah bagian belakangnya pada bagian punggungnya, karena akan menampakkan apa yang terletak di antara kedua pundaknya, walaupun di antara para wanita dan di depan mahramnya. Karena pada kebiasaan yang seperti ini akan mengantarkan kepada pakaian yang terbuka dan akan menjadi contoh dan dia akan dikenal dengannya dalam keadaan dia tidak bisa mengingkarinya. Maka wajib bagi seorang wanita untuk memakai pakaian yang biasa dipakainya dan dipakai oleh wanita kaumnya (yaitu yang menutup aurat, pent.), karena itu keindahan baginya dan lebih menutup aurat dan lebih menjauhkan dari sikap menyerupai orang-orang barat.

Sumber:
Taujihat wa Fatawa Muhimmah li nisaa-il ummah, cet. Darul Wathn lin Nasyr hal 8-9
Alih bahasa : Abdul Aziz Bantul