Sopan, pendiam, dan murah senyum. Dari luar sih terhitung anak yang baik-baik. eh ternyata di waktu setelahnya terbukti menyimpan berbagai sikap buruk dan perilaku yang tak terpuji. Bak pepatah mengatakan 'Masak di luar, mentah di dalam'. Kelihatan dari tampak luar seperti orang baik-baik, padahal kenyataannya tidak demikian.
SALEH NAMUN THALIH
Sobat muda, ada orang yang penampilan sehari-harinya serba agamis. Dari sisi pakaian, tutur kata, sikap, dan pergaulan nampak mencerminkan kesalehan. Senantiasa menjaga hak-hak Allah dan hak-hak sesama makhluk. Tapi di kesempatan lain, perbuatannya jauh dari ketaatan. Tak takut kepada Allah, bahkan naudzubillah, begitu durhaka terhadap hukum Allah dan membencinya. Barangkali, yang ia nampakkan sekadar ingin dianggap orang lain, atau merasa takut dengan peraturan di lingkungannya bila ia nampakkan sikap aslinya, atau berusaha menutupi kejelekannya agar terhindar dari kemarahan orang tua dan teman-temannya. Inilah bentuk sikap seorang yang saleh di luar namun thalih (buruk) dalam batinnya.
Kemunafikan dalam sifat Lahiriyah
Sobat muda, hati-hati loh dengan sikap kemunafikan. Ketika bersama manusia dalam keramaian menampakkan dirinya sholeh, namun ketika sendirian, atau ketika bersama seorang yang setipe dengannya, ia jauh berbeda. Ini merupakan sikap nifak yang ashgar (sikap kemunafikan yang belum mengeluarkan dari Islam). Tapi sikap ini adalah jembatan menuju kepada kemunafikan hakiki yang mengantarkan kepada kekafiran. Diawali dengan kemunafikan dari sisi amaliyah, suatu ketika bila menjadi kebiasaan, akan menyeret pula kepada kemunafikan dalam hal keyakinan, naudzubillah min dzalik. Keislaman seseorang akan luntur sedikit demi sedikit dalam keadaan ia tidak menyadari.
Oleh karena itu Al Hasan Al Bashri رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى mengatakan:
مِنَ النَّفَا قِ إِخْتِلَافُ القَلْبِ وَاللِّسَانِ, وَاخْتِلَافُ السِّرِّ وَالعَلَانِيِّةِ , وَاخْتِلَافُ الذُخُوْلِ وَالخُرُوْجِ
"Di antara tanda kemunafikan adalah berbeda antara hati dan lisan, berbeda antara sesuatu yang tersembunyi dan sesuatu yang nampak, berbeda antara yang masuk dan yang keluar. " (Jaami'ul 'Ulum Wal Hikam, 2/490)
Inilah bentuk kemunafikan ringan yaitu dengan adanya perbedaan antara yang nampak dan yang tersembunyi yang dapat menyeret kepada kemunafikan yang berat. Sobat Muda, sebagian ulama salaf juga menyatakan;
خُشُوْعُ الِّنْفَاقِ أَنْ تَرَى الجَسَدَ خَا شِعًا, وَالقَلْبُ لَيْسَ بِخَاشِعٍ
"Khusyuk yang munafik, adalah ketika jasad terlihat Khusyuk. Namun hati tak ada kekhusyukan." (Jami'ul 'Ulum wal Hikam, 2/490)
Jadi sobat muda, yang dia nampakkan adalah kekhusyukan sholat, namun hatinya mengembara ke berbagai macam hal di luar Sholat. Hati tidak sejalan dengan lahiriyahnya. Umar pernah berkhutbah di atas mimbar, lantas beliau mengatakan,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ المَنَافِقُ العَلِيْمُ, قَالُوْ:كَيْفَ يَكُوْنُ المَنَا فِقُ عَل\يْمً؟ قَالَ: يَتَكَلَّمُ بِالْحِكْمَةِ , وَيَعْمَلُ بِالجَوْر , أَوْ قَالَ : المَنْكَرِ
"Yang aku khawatirkan pada kalian adalah orang munafik yang berilmu." Para sahabat lantas bertanya, "Bagaimana bisa ada orang munafik yang berilmu?" Umar menjawab, "Ia berkata perkataan hikmah, namun sayangnya ia melakukan kemungkaran." Sahabat Hudzaifah pun mengatakan,
الَّذِيْ يَصِفُ الإِيْمَانَ وَلَا يَعْمَلُ بِهِ
"Ia menyifati diri beriman namun tak beramal."
Amalan merupakan bagian dari iman. Dengan ini, para ulama menjadikan pengakuan keimanan tanpa amalan sebagai tanda-tanda kemunafikan. Nah sobat muda, dengan definisi definisi ini masing-masing kita dapat menilai keadaan diri kita sendiri.
LEBIH BAIK NAKAL TAPI JUJUR DARIPADA BAIK TAPI MUNAFIK?
"Lebih baik nakal tapi jujur, ketimbang Alim tapi Munafik". Menurutku kata-kata di atas ada benernya. Nakal tapi jujur, karena banyak orang yang tau itulah letak kejujurannya. Tidak MUNAFIK. Sedang yang Alim tapi Munafik itu tidak jujur. Membohongi diri sendiri dan orang lain. Supaya apa? ya supaya keliatan BAIK aja di depan orang banyak. Cuma KELIATAN aja ya, bukan BENERAN BAIK! kalo aku mending jadi yang terasing karena nakal daripada hidup dalam KEMUNAFIKAN. Hihi."
Sobat muda, komentar ini cukup menggelitik. Seakan kalimat ini melegalisasi akan bolehnya kita berbuat "nakal" asalkan jujur. Yang penting tidak munafik. Benarkah yang seperti ini? Sobat muda, tak ada dalam kamus manapun nakal mesti dibawa pada makna kebaikan. Bahkan nakal mesti dibawa pada makna negatif. Bisa bermakna melanggar aturanlah, tidak memiliki kesopananlah, berbuat buruk, menzalimi dan berbagai makna jelek lainnya. Jadi bagaimana pun juga, nakal pasti bermakna kurang baik. nah, kalo mau membandingkan, pilih mana, antara nakal tapi jujur atau baik tapi munafik? Jawabnya ini tidak baik, itu juga tidak baik. Tidak boleh kita memilih salah satunya, toh Allah menyuruh kita untuk menjadi baik lahiriahnya dan batinnya. Jadi yang baik dalam sifat lahiriyahnya sekaligus sifat batiniyahnya, itulah yang terbaik. Allah telah berfirman;
"Mereka itu tidak sama, di antara Ahli kitab itu golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud sholat malam. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada kebaikan, dan mencagah dari yang mungkar, dan bersegera mengerjakan pelbagai kebajikan; mereka itulah termasuk orang yang sholeh."(Qs. Ali Imran 113-114)
Nah sobat muda, jelas bukan dalam ayat ini bagaimana Allah menyifati seorang yang sholeh dengan menggabungkan antara amalan batin (keimanan) dengan amalan lahiriyahnya. Dalam ayat lain Allah Jalla wa ala, berfirman:
وَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّلِحَتِ لَنُدْ خِلَنَّهُمْ فِى الصَّلِحِيْنَ
"Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh benar-benar akan kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang sholeh."(Qs. Al Ankabut:9)
Jadi, tidak bisa dikatakan sholeh sampai mau menggabungkan antara keimanan yang merupakan amalan batin dengan amal anggota badan yang nampak. Jadi, nggak benar seorang yang mengatakan 'yang penting hatinya' padahal ahli maksiat, nggak benar orang mengatakan 'yang penting hatinya berjilbab' padahal dia wanita yang tidak suka berjilbab,
Oleh karenanya jasadnya harus selaras dengan hati, dan sebaliknya. Ingat sobat bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam mengaitkan antara jasad dengan hati seseorang dalam sabdanya yang artinya,
"Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging," kata Nabi, "Bila ia baik, akan baik seluruh jasadnya. Dan bila ia rusak, akan rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati." (HR. Bukhari - Muslim)
Nah, sobat muda sudah siapkan memperbaiki kualitas lahir dan batin kita? [Ustadz Hammam]
Sumber: "Dikutip dari Majalah Tashfiyah edisi 60 vol.05 1437H-2016M (hal 99-102)."