Senin, 11 Desember 2017

Download Kajian Ilmiah Islamiyah Ahlus Sunnah Wal Jamaah Pentingnya Waktu Lapang
Rekaman  Audio Kajian Ilmiah Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Gunung Bakaran - Masjid Baiturrahman Balikpapan)

Tema: Pentingnya Waktu Lapang
Pemateri: Al Ustadz Abu Usamah  حفظه الله تعالى
Waktu: Malam Ahad, 2 Desember 2017 | Ba'da Magrib sd Isya' | InsyaAllah rutin Setiap Malam Ahad.

-Menghadiri Majelis Ilmu Lebih Utama-

Barangsiapa yang menempuh satu jalan, untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga. (HR. Muslim)

Unduh Audionya: https://bit.ly/2Z7SN7Z

Minggu, 30 April 2017

Mengisi Hari Jum’at Dengan Amalan-Amalan Istimewa
Keutamaan hari Jum’at bukan suatu yang asing bagi kita. Oleh karenanya, sepantasnya kaum muslimin benar-benar memanfaatkan salah satu waktu yang mulia ini dengan maksimal. Mengisinya dengan amalan-amalan yang memang disyariatkan pada hari tersebut. Mandi jum’at, memakai pakaian shalat yang bagus, mengenakan wewangian, bersegera menuju masjid adalah beberapa amalan rutin yang biasa dikerjakan pada hari Jum’at. Amalan-amalan khusus sebagai bentuk pengistimewaan hari Jum’at yang memang tidak sama dengan hari-hari yang lain.

Namun ada beberapa amalan lain yang disyariatkan pula bagi kita untuk mengerjakannya. Maka untuk edisi kali ini, insya Allah akan kami bahas beberapa amalan-amalan tersebut sebagai pengingat bagi yang lupa dan sebagai tambahan ilmu bagi yang belum tahu.

Para pembaca rahimakumullah, di antara amalan-amalan yang disyariatkan pada hari Jum’at adalah,

Membaca surat as-Sajdah dan al-Insan pada shalat Shubuh.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الجُمُعَةِ فِي صَلاَةِ الفَجْرِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ، وَهَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ

 “Dahulu Nabi ketika shalat shubuh pada hari Jum’at beliau membaca surat alif laam miim as-Sajdah dan hal ataa ‘ala insan hinum minad dahri (al-Insan).” (HR. al-Bukhari no. 891 dan Muslim no. 880 dari shahabat Abu Hurairah)

Terkait permasalahan ini, al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitab Zadul Ma’ad menyatakan, “Nabi membaca 2 surat ini secara lengkap. Tidak sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang di masa ini yang membaca sebagian surat as-Sajdah pada rakaat pertama dan sebagian surat al-Insan pada rakaat kedua, atau surat as-Sajdah  dibaca untuk 2 rakaat. Yang demikian ini justru menyelisihi sunnah.”

Beliau melanjutkan, “Nabi membaca 2 surat ini karena pada keduanya terdapat peringatan tentang tempat bermulanya dan tempat kembalinya manusia, penciptaan Adam, surga dan neraka. Semua peristiwa ini terjadi pada hari Jum’at. Oleh karena itu Nabi membaca 2 surat ini pada shalat Shubuh pada hari Jum’at untuk mengingatkan peristiwa-peristiwa yang telah dan akan terjadi pada hari tersebut.”

Dijelaskan oleh para ulama bahwa pada asalnya disunnahkan untuk senantiasa membaca 2  surat ini  di setiap  shalat   Shubuh pada hari Jum’at karena demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah. Namun jika dikhawatirkan adanya anggapan bahwa membaca 2 surat ini di setiap shalat Shubuh pada hari Jum’at hukumnya wajib maka tidak mengapa membaca surat yang lainnya, misalkan sebulan sekali. Secara kuantitas, pembacaan 2 surat ini tetap lebih sering. (Lihat Fatawa wa Rasail Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh 3/12, Majmu’ Fatawa Bin Baz 11/192, Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 16/109 (5031)).

Sunnah ini berlaku umum, untuk pria dan wanita baik shalat berjamaah maupun sendirian. Hadits di atas sifatnya umum berlaku untuk semua pihak, karena pada asalnya setiap syariat yang datang dari Nabi berlaku untuk setiap insan kecuali jika ada dalil lain yang mengkhususkannya. (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 16/109 (4031)).

Membaca surat al Kahfi

Dalam sebuah hadits Rasulullah menyebutkan tentang keutamaan membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at. Beliau bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua jum’at.” (HR. al-Baihaqi no. 606 dari shahabat Abu Said al-Khudri)

Sebuah pertanyaan sempat diajukan kepada asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, “Apa hukum membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at dan apakah ada perbedaan antara membaca surat tersebut dengan melihat al-Qur’an dan membacanya dengan hafalan?”

Beliau menjawab, “Membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at merupakan amalan yang disukai dan padanya terkandung keutamaan. Tidak ada bedanya antara seseorang membacanya dengan melihat al-Qur’an atau dengan hafalannya. Hari Jum’at yang dimaksud adalah dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Oleh karena itu, jika seseorang membacanya setelah shalat Jum’at maka dia mendapatkan pahala. Berbeda keadaannya dengan mandi jum’at karena mandi jum’at dilakukan sebelum shalat Jum’at. Mandi jum’at untuk shalat Jum’at sehingga didahulukan dari shalat Jum’at. Nabi bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian berada pada  hari Jum’at maka mandilah!” (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin 16/143)

Perlu diketahui bahwa surat ini tidak dibaca ketika shalat Shubuh pada hari Jum’at, namun dibaca diluar shalat baik sebelum atau sesudah shalat Jum’at. Adapun shalat Shubuh pada hari tersebut maka dengan membaca surat as-Sajdah dan al-Insan sebagaimana yang telah disebutkan pada point pertama. (Lihat Durus al-Haram al-Madani lil ‘Utsaimin 3/11).

Memperbanyak shalawat kepada baginda nabi

Bukan perkara yang asing bagi kita keutamaan bershalawat kepada Nabi. Nabi bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim no. 408 dari shahabat Abu Hurairah)

Terkait hari Jum’at, nabipun mengingatkan kita untuk  memperbanyak shalawat atas beliau. Nabi menyatakan,

أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ؛ فَإِنَّ صَلَاةَ أُمَّتِي تُعْرَضُ عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّي مَنْزِلَةً

“Perbanyaklah shalawat kepadaku di setiap jum’at karena sesungguhnya shalawat umatku akan diperlihatkan kepadaku di setiap jum’at. Maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku (pada hari kiamat kelak).” (HR. al-Baihaqi no. 2770 dalam Sunan al-Kubra dan Syu’abul Iman dari shahabat Abu Umamah)

Berdasarkan hadits ini, sepantasnya bagi kita untuk mengisi hari Jum’at dengan banyak bershalawat kepada Nabi. Lisan ini hendaknya senantiasa basah dengan shalawat baik ketika sedang berjalan, duduk, berbaring, di rumah, di masjid dan lain sebagainya tanpa rasa lelah dan malas. (Lihat Liqa al bab al maftuh Ibnu Utsaimin 11/105)

Berdoa

Pada hari Jum’at terdapat satu waktu  dikabulkan doa padanya. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ، لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Pada hari itu ada saat yang tidaklah seorang hamba muslim menepatinya dalam keadaan dia berdiri shalat meminta sesuatu kepada Allah melainkan akan dikabulkan oleh-Nya.” (HR. al-Bukhari no. 935 dari shahabat Abu Hurairah)

Terjadi perbedaan pendapat tentang kapan waktu terkabulkannya doa tersebut, antara lain;
  1. Dimulai dari duduknya khatib di atas mimbar hingga selesai shalat
  2. Dimulai dari setelah shalat ashar hingga terbenamnya matahari
  3. Waktu-waktu terakhir penutup hari Jum’at
Setelah menyebutkan 3 waktu tersebut asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz memberikan pengarahan, “(Hadits-hadits yang menyebutkan tentang 3 waktu tersebut) Seluruhnya shahih dan tidak ada pertentangan padanya. Namun yang paling diharapkan adalah ketika khatib duduk di atas mimbar hingga selesai shalat dan ketika selesai shalat Ashar hingga terbenamnya matahari. Ini adalah waktu-waktu yang paling diharapkan terkabulnya doa.”

Kemudian beliau melanjutkan, “Pada asalnya seluruh waktu pada hari Jum’at diharapkan padanya pengabulan doa. Namun waktu yang paling diharapkan adalah ketika khatib duduk di atas mimbar hingga selesai shalat dan ketika selesai shalat Ashar hingga terbenamnya matahari. Adapun sisa waktu yang lain tetap diharapkan pula terkabulnya doa karena keumuman hadits-hadits yang menyebutkan tentang hal tersebut. Maka sudah sepantasnya bagi kita untuk memperbanyak doa pada hari Jum’at dengan harapan menepati waktu yang diberkahi ini.

Namun hendaknya tetap mengistimewakan 3 waktu khusus tersebut dengan lebih memperbanyak doa dikarenakan Rasulullah telah menjelaskan bahwa waktu tersebut adalah waktu terkabulnya doa.” (lihat Majmu’ Fatawa bin Baz 12/402)

Maka beranjak dari sini, suatu hal yang semestinya ada pada kita, baik pria maupun wanita, di rumah atau di masjid agar bersemangat mengamalkan amalan yang satu ini. Menengadahkan tangan di hari Jum’at, terkhusus pada waktu-waktu yang paling diharapkan segala permintaan dan permohonan kita didengar dan dikabulkan oleh-Nya. Wallahu a’lam bish shawab. Semoga bermanfaat. 

Penulis: Ustadz Abdullah Imam


Senin, 17 April 2017

Apakah Dajjal Akan Masuk Neraka
Tanya:
Apakah Dajjal akan masuk neraka?

Jawab:
Oleh Al Ustadz Qomar Suaidi hafizhahullah

Dajjal adalah makhluk yang kafir, tentunya masuk neraka. Ia mengaku dirinya adalah sebagai Rabb, dan mengajak manusia untuk itu.


Download Audionya disini

Sumber: TIS

Minggu, 19 Maret 2017

MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH DAN SYARAT-SYARATNYA
08 MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH DAN SYARAT-SYARATNYA

Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullahu ta’ala

س ١ – ما هي شروط “لا إله إلا الله” ومعناها؟
ج ١ – اعلم يا أخي المسلم -هدانا الله وإياك- أن “لا إله إلا الله” مفتاح الجنة، ولكن ما من مفتاح إلا وله أسنان، فإن جئت بمفتاح له أسنان فتح لك، وإلا لم يفتح لك.
وأسنان هذا المفتاح هي شروط “لا إله إلا الله” الآتية:
(١) العلم بمعناها: وهو نفي المعبود بحق عن غير الله، وإثباته لله وحده.
قال الله – تعالى: {فاعلم أنه لا إله إلا الله} [محمد: ١٩]
(أي لا معبود في السموات والأرض بحق إلا الله).
وقال – صلى الله عليه وسلم -: “من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة” [رواه مسلم]

Pertanyaan 1:

Apa saja syarat la ilaha illallah dan apa maknanya ?

Jawaban :

Ketahuilah wahai saudaraku muslim -semoga Allah memberi hidayah kepada kita dan engkau- sesungguhnya la ilaha illallah adalah kunci surga, akan tetapi tidak ada satupun kunci melainkan pasti memiliki gigi-gigi sehingga kalau engkau membawa kunci yang memiliki gigi-gigi tersebut maka pasti pintu akan terbuka untukmu dan kalau tidak maka pintu tidak akan terbuka untukmu.
Dan gigi-gigi dari kunci surga tersebut adalah syarat-syarat la ilaha illallah berikut ini :
1. Berilmu tentang maknanya yaitu meniadakan seluruh sesembahan selain Allah dan menetapkan sesembahan yang haq hanyalah bagi Allah.

Allah ta’ala berfirman : “Ketahuilah tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah.” (QS. Muhammad : 19)

Yakni : tidak ada sesembahan yang hak di langit maupun di bumi kecuali Allah.
Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan dia mengetahui bahwasannya tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah maka dia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

(٢) اليقين المنافي للشك: وذلك أن يكون القلب مستيقنا بها بلا شك.
قال الله تعالى: {إنما المؤمنون الذين آمنوا بالله ورسوله ثم لم يرتابوا …} (لم يرتابوا: أي لم يشكوا). [الحجرات: ١٥]
وقال – صلى الله عليه وسلم -: أشهد ان لا إله إلا الله، وأني رسول الله لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيحجب عن الجنة” [رواه مسلم]
2. Al-Yakin yang meniadakan keraguan : yaitu hati dia yakin dengan kalimat laa ilaaha illallah dan tidak ada keraguan.
Allah ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian dia tidak memiliki keraguan…” (QS. Al-Hujarat : 15)

Lam yartaabu maknanya tidak ragu
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Syahadat Laa Ilaaha Illallah wa Muhammad Rasulullah, tidak ada seorangpun yang berjumpa dengan Allah dengan kedua kalimat tersebut dengan tanpa keraguan, sungguh dia tidak akan terhalangi dari surga. (HR. Muslim)

(٣) القبول لما اقتضته هذه الكلمة بقلبه ولسانه. قال الله -تعالى- حكاية عن المشركين: {إنهم كانوا إذا قيل لهم لا إله إلا الله يستكبرون (٣٥) ويقولون أئنا لتاركو آلهتنا لشاعر مجنون} [الصافات: ٣٥]
(أي يستكبرون أن يقولوها كما يقولها المؤمنون) [ذكره ابن كثير]
وقال – صلى الله عليه وسلم -:”أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله، فمن قال لا إله إلا الله فقد عصم مني ماله ونفسه إلا بحق الإسلام وحسابه على الله -عز وجل-” [متفق عليه]

3. Menerima dari kalimat syahadat tersebut dengan hati dan lisannya.
Allah ta’ala berfirman (menghikayatkan tentang orang musyrik) : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila diseru kepada kalimat laa ilaaha illallah mereka menyombangkan diri dan mereka mengatakan apakah kita akan meninggalkan sesembahan kita hanya karena ucapan seorang penyair yang gila?.” (QS. As-Shoffat : 35)

Yaitu mereka sombong dari mengucapkan syahadat yang mana kaum mu’minin mengucapkannya (disebutkan oleh ibnu katsir)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan laa ilaaha illallah, maka siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah maka harta dan jiwanya terjaga dariku kecuali dengan hak Islam dan hisabnya diserahkan kepada Allah azza wajalla.” (Muttafaqun alaihi)

(٤) الإنقياد والإستسلام لما دلت عليه.
قال الله تعالى: {وأنيبوا إلى ربكم وأسلموا له} [الزمر: ٥٤]
(أي ارجعوا إلى ربكم واستسلموا له) [ذكره ابن كثير]

4. Tunduk dan berserah diri dengan apa yang ditunjukkan oleh kalimat syahadat tersebut.
Allah ta’ala berfirman : “Dan kembalilah kalian kepada Robb kalian dan berserah dirilah kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar : 54)

yaitu kembalilah kalian kepada Robb kalian dan berserah dirilah kepada-Nya (disebutkan oleh Ibnu Katsir -rahimahullah-)

(٥) الصدق المنافي للكذب، وهو أن يقولها صدقا من قلبه.
قال الله تعالى: {الم (١) أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون (٢) ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا وليعلمن الكاذبين} [العنكبوت: ١ – ٣]
وقال – صلى الله عليه وسلم -: “ما من أحد يشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمدا عبده ورسوله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار” [متفق عليه]

5. Jujur yang meniadakan kedustaan, yaitu dia mengucapkan kalimat syahadat tersebut dengan jujur dari hatinya

Allah ta’ala berfirman : “Alif lam mim. Apakah manusia menyangka akan dibiarkan mengatakan kami telah beriman dan mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang sebelum mereka dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang jujur dan orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut : 1-3)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada seorang pun yang bersyahadat Laa Ilaaha Illallah wa Anna Muhammad Rasulullah dengan jujur dari hatinya melainkan Allah akan mengharamkan atasnya neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi)

(٦) الإخلاص: وهو تصفية العمل بصالح النية عن جميع شوائب الشرك.
قال الله تعالى: {وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين} [البينة: ٥]
وقال – صلى الله عليه وسلم -: “أسعد الناس بشفاعتي من قال: لا إله إلا الله خالصا من قلبه، أو نفسه” [رواه البخاري ج ١/ ١٩٣]
وقال – صلى الله عليه وسلم -: “إن الله حرم على النار من قال: لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله -عز وجل-“. {رواه مسلم ج ١/ ٤٥٦]

6. Ikhlas
yaitu memurnikan seluruh amal sholeh dari segala bentuk kotoran-kotoran syrik
Allah ta’ala berfirman : “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan mengikhlaskan agama ini hanya untuk-Nya.” (QS. Al-Bayyinah : 5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Manusia yang paling beruntung dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha illlah murni dari hatinya atau dari jiwanya.” (HR. Al-Bukhori : 1/193)

Dan beliau juga bersabda : “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah dengan mengharapkan wajah Allah ‘azza wajalla.” (HR. Muslim : 1/456)

(٧) – المحبة لهذه الكلمة الطيبة، ولما اقتضت ودلت عليه، ولأهلها العاملين بها الملتزمين بشروطها، وبغض ما ناقض ذلك.
قال الله تعالى: {ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله والذين آمنوا أشد حبا لله} (أندادا: شركاء). [البقرة: ١٦٥]
وقال – صلى الله عليه وسلم -: “ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد إذ أنقذه الله منه، كما يكره أن يقذف في النار” [متفق عليه] (بتصرف من كتاب الولاء والبراء للدكتور محمد سعيد القحطاني)

7. Cinta
yaitu mencintai kalimat syahadat yang mulia ini dan mencintai konsekuensi yang dikandungnya dan mencintai orang-orang yang komitmen beramal dengan syarat-syaratnya dan membenci siapa saja yang menentang kalimat tersebut

Allah ta’ala berfirman : “Dan diantara manusia ada yang mencintai tandingan-tandingan selain Allah seperti kecintaan kepada Allah, adapun orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqoroh : 165)

An-Dadan ( أندادا ): yaitu sekutu-sekutu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada tiga perkara yang siapa mendapatinya maka dia akan mendapatkan manisnya keimanan : dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dari selainnya, dia mencintai seseorang karena Allah, dan dia membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana dia tidak mau dilemparkan ke dalam api.” (Muttafaqun ‘alaihi)
[Disaripatikan dari Kitab Al-Wala Wal Baro karya Dr. Muhammad Said Al-Qohtoni] 

٨ – أن يكفر بالطواغيت وهي المعبودات من دون الله، ويؤمن بالله ربا ومعبودا بحق.
قال الله تعالى: {فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها} [البقرة: ٢٥٦]
وقال – صلى الله عليه وسلم -: “من قال لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه” [رواه مسلم]

8. Mengingkari Thoghut-Thoghut
Thogut yaitu sesembahan-sesembahan selain Allah dan beriman kepada Allah Robb dan sesembahan yang hak.

Allah ta’ala berfirman : “Maka barangsiapa yang ingkar kepada thogut dan beriman kepada Allah maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat yang tidak akan terputus.” (QS. Al-Baqoroh : 256)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah maka harta dan darahnya diharamkan.” (HR. Muslim)

Rujukan :
Majmu’ah Rasa`il at Taujihat al Islamiyyah li Ishlahil Fardhi wal Mujtama’. [Jilid 1 hal. 248-250]
Disalin dari :
WhatsApp Salafy Kendari
Channel Telegram || https://telegram.me/salafykendari

Sumber: http://ahlussunnahkendari.com/blog/makna-laa-ilaaha-illallah-dan-syarat-syaratnya/

Jumat, 06 Januari 2017

Media Sosial Dalam Kehidupan dan pengaruhnya

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ

Perkembangan informatika dan komunikasi semakin hari semakin pesat. Keberadaan internet benar-benar membuat akses informasi dan komunikasi semakin cepat dan mudah.

Di antara perkembangan paling mutakhir adalah apa yang dikenal dengan "Jejaring sosial" atau "Media Sosial" (Medsos). Belakangan ini, medsos benar-benar mewarnai kehidupan umat manusia di dunia, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Tak terkecuali kaum muslimin. Sebut saja, Facebook, Twitter, Youtube, Whatsapp, Telegram dan sebagainya merupakan aplikasi medsos paling ngetrend hampir-hampir tak pernah absen di gadget setiap orang. Layanan SMS dan telepon tidak lagi menjadi layanan utama dalam berkomunikasi.

Ciri Utama Media Sosial

Ciri utama media sosial atau jejaring sosial adalah bisa bertukar informasi dengan mudah dan cepat. Biasanya berupa chatting, blogging, forum diskusi, dan berbagi (share) pesan, gambar, audio, atau video. Karena merupakan "dunia maya" yang terhubungkan melalui jaringan internet, maka media ini bersifat tanpa batas!!!

Sarana Dakwah

Dakwah merupakan amal yang agung dan mulia dalam Islam. Allah Subhanahu wataala, berfirman:
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (berdakwah) kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih, dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?'." (Fushilat:33)

Apabila para penyeru kepada kekufuran, kebtilan, dan kesesatan menggunakan berbagai media tak terhitung banyaknya, baik berupa majalah, koran, tabloid, buletin, radio, televisi, termasuk juga melalui jaringan internet dengan segala bentuk fasilitas dan medianya.

Maka, para penyeru kebenaran wajib memperbanyak media-media mereka dengan beragam bentuk yang telah disebutkan. Bahkan suara para penyeru kebenaran harus lebih tinggi dan lebih lantang. Semakin tinggi dan lantang suara mereka, maka akan semakin besar pengaruhnya dengan izin Allah.

Berapa banyak dari umat ini yang berada dalam kesesatan karena tidak sampai kepada mereka dakwah Islam yang benar. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang belum mengenal Islam dalam bentuk yang sebenarnya. Di antara sebabnya adalah lemahnya semangat dan upaya para da'i (penyeru) dalam menggunakan berbagai media yang dibenarkan secara syar'i di medan dakwah.

Berbagai media yang diizinkan secara syar'i itu, bisa berupa: buletin, majalah, kaset-kaset/audio, maupun jaringan internet, termasuk jejaring sosial/media sosial. Dengan senantiasa berpegang kepada akidah yang benar, manhaj (metodologi) yang benar, dan mulia, serta rambu-rambu syar'i dalam halal-haram dan dalam berdakwah.

Melalui media-media tersebut, hendaknya para da'i menyebarkan:
1. Al Qur'an al karim dengan tafsirnya yang benar, dalam berbagai pembahasan,
2. As-Sunnah yang Shahih dengan penjelasannya (syarh) yang benar, dalam berbagai pembahasan,
3. Akidah yang benar dalam semua pembahasannya,
4. Fikih yang benar dalam semua pembahasannya,
5. Akhlak Islami dengan segala penggambarannya,
6.Sirah (perjalanan hidup)Rasulullah yang mulia dan sirah para nabi dan rasul
7. Sirah para shahabat yang mulia, dan sirah para ulama umat yang mengikuti para shahabat dengan baik.

Menyebarkan Ilmu dan Membela Al Haq

Tidak diragukan, bahwa menyebarkan ilmu syari'at/ilmu agama merupakan salah satu amalan paling utama. Al Imam Al Mujahid Abdullah bin Al Mubarak (w. 181 H) mengatakan, "Setelah tugas kenabian aku tidak tahu ada derajat yang lebih utama dibandingkan menyebarkan ilmu." (Tahdzibul Kamal 16/20).

Maka para pengusung dan pembela al Haq (Kebenaran), terutama orang-orang yang berilmu, harus giat dan bersemangat dalam menyebarkan ilmu agama. jangan sampai para pengusung dan pembela kebatilan malah lebih giat daripada pembela al Haq.

Salah satu bentuk penyebaran ilmu yang paling luas dan efektif adalah melalui media sosial. Maka jangan biarkan media-media tersebut dimanfaatkan dan dipenuhi oleh para penjaja kemaksiatan atau agen-agen kesesatan.

Bahaya Media Sosial

Dibalik layanan yang mudah dan cepat, serta banyak manfaat yang bisa diraih dengannya, media sosial juga menyimpan banyak bahaya yang sangat besar.

Facebook, Twitter, Youtube, Whatsapp, Telegram, dan jejaring sosial lainnya ternyata juga berpotensi besar dalam menghancurkan akidah dan moral para pemakainya, terutama dari kalangan generasi muda.Berapa banyak rumah tangga menjadi berantakan, anak gadis terenggut kehormatannya, bahkan da'i menjadi tergelincir gara-gara jejaring sosial/medsos!!

Berikut beberapa kerusakan akibat media sosial:
1. Ajang tersebarnya propaganda kebatilan

Akses yang sangat cepat dan mudah di medsos/jejaring sosial, membuat berbagai kerusakan dan kebatilan juga tersebar dengan cepat. Ajakan-ajakan kepada kemaksiatan, misalnya berupa gambar-gambar porno, dll dengan mudah di-share atau di copas di medsos. Demikian juga kaum komunis, kaum syi'ah, atau kaum teroris (ISIS/al Qaeda), menggunakan medsos sebagai media propaganda untuk mempengaruhi generasi muda kaum muslimin.

Berapa banyak anak yang baik akhirnya terseret menjadi teroris, nekat melakukan bom bunuh diri atau tiba-tiba ikut kegiatan huseiniyyah-nya syiah dan fanatik berat kepada Khomeini, atau tiba-tiba berpola pikir ke"kiri-kiri"an alias komunis, ternyata karena termakan propaganda di medsos!! Maka waspadalah wahai para pemuda dan orang tua.

2. Lupa beribadah

Karena terlalu asyik dengan medsos, banyak dari para penggunanya yang lupa atau terlambat sholat berjama'ah di masjid, semakin jarang membaca al-Qur'an, dan sebagainya.

3. Pergaulan bebas tanpa batas

Dunia medsos merupakan dunia internet, yang berarti dunia tanpa batas. Di medsos seseorang bisa berjumpa dengan siapa saja. Apa jadinya pengguna medsos yang minim bekal iman dan bekal ilmu manakala bertemu dengan lawan jenisnya, atau bahkan berteman akrab dengan seorang yang beda agama dengannya?

Banyak kasus terjadi anak gadis dibawa kabur pacarnya yang bermula dari pertemanan di dunia maya (internet), bahkan terenggut kehormatannya!!! SubhanaAllah ... sangat miris mendengarnya.

4. Merusak Rumah Tangga

Suami sibuk dengan gadget-nya, si istri bisa berjam-jam asyik dengan Whatsapp atau Facebook-nya. Anak-anak pun juga demikian. Apa jadinya rumah tangga seperti ini??

Terlalu banyak kasus perselingkuhan dan perceraian terjadi, bermula dari atau gara-gara medsos!!

5. Bermunculan Admin-admin tak dikenal

Dengan maraknya grup-grup di Whatsapp, banyak orang-orang tidak di kenal tampil menjadi admin grup. Atau dia diposisikan sebagai ustadz yang mengerti masalah-masalah agama atau mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan.

Padahal salah satu prinsip penting yang harus diperhatikan adalah sebagaimana ucapan al Imam Muhammad bin Sirin, "Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama kalian."(Muqadimah Shahih Muslim)

Masih banyak lagi kerusakan-kerusakan lainnya yang tidak mungkin disebutkan semua dalam ruang yang terbatas ini.

Sangat berbahaya bagi anak-anak dan remaja

Mengingat berbagai kerusakan terjadi akibat media sosial, maka media sosial sangat berbahaya bagi pemakainya, terutama anak-anak dan remaja.

Di antara langkah bijak yang sangat tepat ditempuh oleh beberapa lembaga pendidikan, yaitu melarang secara total anak didiknya menggunakan media sosial. Bahkan juga SMS walaupun handphone edisi lama. ini merupkan langkah yang patut didukung.

Renungan Bagi Orang Tua dan Para Pendidik

Hendaknya para orang tua dan para pendidik menyadari bahwa medsos dapat menggerus eksistensi iman, takwa, dan keshalihan putra-putri/anak-anak didik anda. Media sosial siap mengantarkan seseorang menjelajahi berbagai penjuru dunia dalam kondisi badannya berada di kamarnya. Di dunia maya ini dia bisa bertemu dengan siapa saja - entah itu orang baik atau orang jelek akhlaknya-, mendengar, melihat, dan membaca apa saja. Mempersilakan setiap orang menjadi temannya, atau dia hendak berteman dengan setiap orang.

Bila di dunia nyata seorang ayah/ibu/pendidik bisa ketat mengawasi pergaulan putra-putri/anak-anak didiknya, maka dia bisa kebobolan dalam mengawasi mereka di dunia maya ini. Maka waspadalah wahai para orang tua/para pendidik !!!

Hendaknya orang tua /pendidik menjauhkan internet, facebook, twitter, Whatsapp dan berbagai aplikasi media sosial lainnya baik melalui komputer/laptop maupun HP atau pun lainnya dari putra-putri/anak-anak didiknya. Jangan biarkan mereka asyik bercengkrama dengan media tersebut, yang berarti itu mempersilakan siapapun untuk bercengkrama dengan putra-putri /anak-anak didik anda. Na'udzubillah.

Sungguh di dunia maya banyak pihak yang siap merenggut iman dan taqwa dari qalbu (hati) anak-anak, melemahkan semangat belajarnya, dan melunturkan kecintaan terhadap bimbingan Islam. Sebaliknya dapat mengingatkan anak-anak pada memori dan kenangan masa lalu yang kelam dan penuh kelabu. Sekali lagi berhati-hatilah, jauhkan internet, facebook, Twitter, Whatsapp, Telegram, Youtube, Instragram, dll dari putra-putri/anak didik anda.

Wallahu 'alam bish shawab.
Penulis : Ustadz Alfian Hafidzallahu ta'ala
Sumber: Di kutip dari Buletin Jum'at Al Jihad Edisi:016/04/1438/2017

Kamis, 20 Oktober 2016

WASPADA TERHADAP DOSA
Kehidupan hati merupakan syarat mutlak tumbuh kembangnya keimanan dalam kalbu. Jika hati diibaratkan dengan tanah dan iman dipermisalkan dengan pepohonan, maka hati yang hidup merupakan tanah subur. Pohon iman yang ada di dalamnya akan tumbuh dengan baik. Sebaliknya, hati yang mati bak tanah gersang yang pepohonan sulit tumbuh di dalamnya. Hidup dan matinya hati erat kaitannya dengan ketaatan dan kemaksiatan, amal kebaikan dan kejelekan. Dengan ketaatan dan amal kebaikan, hati akan hidup. Sebaliknya, hati menjadi mati jika penuh dengan kemaksiatan dan dosa. 

Pembaca, semoga Allah senantiasa merahmati kita semua. Jangan dibayangkan bahwa matinya hati disebabkan karena dosa-dosa besar saja. Bahkan, dengan sebab dosa-dosa kecil hati juga bisa kehilangan nafas kehidupannya. Oleh karena itu, jangan sampai kita meremehkan dosa kecil.

Pembagian dosa menjadi besar dan kecil kadang menipu sebagian orang sehingga membuat ia cenderung meremehkan dosa kecil. Ah, itu kan dosa kecil, dalam pandangannya. Sehinga, seolah “tidak mengapa” untuk sedikit dikerjakan. Apakah benar demikian?

Macam-macam dosa

Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian dosa. Sebagian ulama memandang bahwa dosa terbagi menjadi besar dan kecil. Pembagian ini tidak berarti bahwa tidak mengapa mengerjakan dosa kecil. Tidak pula bermakna bahwa larangan untuk mengerjakan dosa kecil lebih ringan dibandingkan dosa besar.

Ulama yang lain berpendapat tidak adanya pembagian dosa menjadi besar dan kecil. Besar atau kecil, tetap dianggap dosa, karena sama-sama melanggar larangan Allah. Sehingga, seseorang wajib untuk waspada dari semua jenis dosa.

Pembaca, mari kita ikuti pembahasan berikut, semoga menjadi tambahan ilmu bagi kita semua, kemudian bisa diamalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kriteria Dosa besar dan Kecil

Ada banyak ragam definisi dan kriteria tentang dosa besar yang dikemukakan oleh para ulama’. Di antaranya, dosa besar adalah segala larangan yang disertai ancaman berupa laknat, murka, marah atau siksaan. Adapun larangan yang tidak disertai dengan ancaman-ancaman tersebut maka disebut dosa kecil.

Pendapat lain bahwa dosa besar adalah dosa yang apabila dikerjakan maka pelakunya berhak mendapatkan hukuman had di dunia dan ancaman di akhirat. Sedangkan dosa yang tidak mendapatkan hukum had di dunia dan tidak mendapatkan ancaman di akhirat adalah dosa kecil. Ada pula yang menyatakan bahwa dosa besar adalah segala dosa yang pelakunya dilaknat oleh Allah dan rasul-Nya.

Besar atau kecil, tetap dosa!

Besar maupun kecil, sebuah pelanggaran itu tetaplah dosa. Ditinjau dari kelancangannya kepada Allah dan penyelisihannya terhadap perintah-Nya, semua dosa adalah besar. Sehingga sisi pandangnya adalah pada Dzat yang dimaksiati perintah-Nya, Yang dilanggar keharaman-Nya.
Dengan demikian semua dosa itu tergolong sebagai dosa besar, karena memiliki dampak kerusakan yang sama.

Kenapa? Karena dosa-dosa itu sama sekali tidak mendatangkan pengaruh dan mudharat kepada Allah. Sehingga semua dosa jika ditinjau dari siapa yang ditentang, maka tidak ada satu dosa yang lebih besar dibandingkan dosa lainnya.

Jadi, semuanya adalah bentuk kemaksiatan dan penentangan terhadap Allah. Tidak ada perbedaan antara satu dosa dengan dosa yang lain.

Segala jenis kemaksiatan juga mengandung bentuk perendahan dan penghinaan terhadap perintah atau larangan dan juga melanggar keharaman Allah. Dari sisi ini tidak ada perbedaan antara satu dosa dengan dosa lainnya.

Sehingga dikatakan, “Janganlah seorang hamba melihat besar atau kecilnya sebuah dosa akan tetapi hendaknya ia melihat pada kedudukan, ketinggian dan keagungan Dzat yang ia maksiati, yaitu Allah.”

Waspada terhadap dosa

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah. Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya semata (menauhidkan-Nya). Sebagaimana firman-Nya,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)

Tauhid, itulah puncak tujuan hidup manusia yang digariskan Allah. Sehingga segala sesuatu yang menyelisihi tujuan tersebut adalah dosa. Semakin jauh seseorang dari tujuan penciptaannya (menauhidkan Allah), ia semakin jatuh ke dalam dosa.

Sehingga, kesyirikan (lawan dari tauhid) itu adalah dosa yang amat besar. Sebab, segala sesuatu yang paling bertentangan dan paling menyelisihi tujuan ini adalah dosa besar yang paling besar. Tingkatan dosa tersebut sesuai dengan perbedaan kadar pertentangan dan penyelisihan terhadapnya. Sebaliknya, segala sesuatu yang paling mencocoki tujuan ini maka hal tersebut adalah kewajiban yang paling wajib dan ketaatan yang paling utama.

Dosa kecil bisa menjadi besar

Pembaca, tidak disadari, dosa kecil terkadang bisa menjadi besar. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Di antaranya, bila dosa kecil tersebut dilakukan secara terus-menerus. Faktor berikutnya, ia meremehkan tabir penutupan dosa dari Allah. Terkadang Allah menutupi maksiat seseorang dari pengetahuan manusia untuk memberi kesempatan kepadanya agar segera bertaubat dan memperbaiki diri. Namun sangat disayangkan, hal ini tidak jarang membuat seorang pendosa tertipu. Sehingga ia kembali mengulangi dosa tersebut. Ia baru akan berhenti setelah manusia mengetahui kebobrokan dirinya.

Nah, seseorang yang meremehkan tabir yang diberikan Allah terhadap dosanya, dan meremehkan penangguhan-Nya terhadapnya akan menjadikan dosa tersebut menjadi semakin besar. Faktor lainnya adalah bangga dan menceritakan dosa-dosa tersebut kepada orang lain. Nabi bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ الْعَمَلَ بِاللَّيْلِ، ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا؛ وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ اللهُ عَلَيْهِ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ

 “Semua umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Termasuk terang-terangan dalam bermaksiat adalah seseorang berbuat maksiat pada malam hari, lalu keesokannya Allah menutupi kesalahan tersebut, tetapi dia mengatakan, ‘Wahai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu.’ Pada malam hari Allah menutupi kesalahannya, tetapi keesokannya dia sendiri yang menyingkap tabir Allah dari dirinya.” (HR. al-Bukhari 6069 dan Muslim 2990 dari shahabat Abu Hurairah)

Faktor lain yang menjadikan sebuah dosa kecil menjadi besar adalah dosa kecil tersebut dilakukan oleh orang alim yang dijadikan teladan.

Kalau diketahui bahwa dosa kecil tersebut dilakukan oleh sang alim, lalu diikuti oleh orang lain maka ketika itu berubahlah dosa tersebut menjadi dosa besar.  Sekalipun dia telah mati, kejelekannya terus menyebar di penjuru dunia.

Dosa para ulama berlipat ganda manakala ditiru orang lain, sebagaimana kebaikan mereka pun berlipat ganda manakala diteladani orang lain.

Hendaknya seorang alim bersikap tengah dalam hal penampilan dan penggunaan harta. Hanya saja, seyogianya dia cenderung sederhana karena manusia senantiasa memerhatikan dirinya.

Nilai sebuah dosa lebih besar ketika dilakukan di bula-bulan haram.

Para pembaca rahimakumullah, bulan-bulan haram adalah bulan-bulan yang kehormatannya lebih dibandingkan bulan lainnya. Bulan-bulan haram tersebut ada empat yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.

Pada bulan-bulan tersebut perbuatan dosa dan kezhaliman lebih besar dosanya dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Sebagaimana amal shalih yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut lebih besar pula pahalanya. Allah berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ…….

 “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri-diri kalian dalam bulan yang empat itu,…” (at-Taubah: 36)
Al-Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan penggalan ayat

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

beliau menukil ucapan seorang tabiin yang bernama Qatadah, “Sesungguhnya perbuatan zhalim yang dilakukan di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan dengan bulan-bulan selainnya.”
Al-Imam as-Sa’di ketika menafsirkan penggalan ayat

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

beliau berkata, “Yakni seluruh bulan yang dua belas (sepanjang tahun-pen). Kemudian Allah mengkhusus dari 12 bulan tadi yaitu empat bulan dan menjadikannya bulan-bulan haram, serta menjadikan perbuatan maksiat  padanya lebih besar dosanya dan amal shalih lebih besar pahalanya.”

Kesimpulan

Walhasil, seseorang dituntut untuk merealisasikan tujuan utama dia diciptakan, yaitu beribadah hanya kepada Allah semata. Ia juga harus menjauhkan diri dari segala dosa. Tidak perlu ia melihat, apakah dosa tersebut besar maupun kecil. Sebab, dosa apapun akan menjauhkan pelakunya dari Allah dan dari beribadah kepada-Nya.

Dengan begitu, hatinya akan semakin hidup. Hidup dengan ilmu, dengan ibadah dan amal shalih. Semoga Allah memberi kita taufik untuk selalu menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat. Amin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.

Penulis: Ustadz Abu Abdillah Majdiy

Sumber: Buletin Al Ilmu